Senin, 11 Juli 2011

Kaisar Yao Dan Shun



     Yao dan Shun adalah dua kaisar yang paling awal dalam sejarah menurut dongeng Tiongkok. Selama dua ribu tahun yang lalu, sarjana dari berbagai zaman di Tiongkok selalu memandang kedua tokoh legendaris itu sebagai permulaan sejarah zaman kuno Tiongkok. Dongeng dan kisah tentang Kaisar Yao dan Kaisar Shun banyak terbaca dalam kitab sejarah kuno, dan telah menimbulkan pengaruh yang menjangkau jauh terhadap kebudayaan Tiongkok.

     Yao adalah pemimpin sebuah suku etnis pada akhir masa masyarakat primitif di Tiongkok, sekaligus tokoh representatif kebudayaan sumber Tiongkok. Konon Yao merupakan keturunan Huangdi, nenek moyang legendaris bangsa Tionghoa. Yao tidak hanya cerdas, tapi juga berwatak murah hati. Pada usia 16 tahun, Yao diangkat sebagai kepala suku etnis. Menurut legenda, suku etnis yang dipimpin Yao tinggal menetap di daerah sekitar Baoding, Provinsi Hebei, Tiongkok Utara. Dengan bantuan berbagai suku etnis di Baoding, suku etnis Yao berhasil menangkis agresi suku etnis Yi Timur, dan akhirnya mencaplok suku etnis tersebut. Sejalan dengan menguatnya suku etnis, Yao akhirnya menjadi pemimpin bersama koalisi suku etnis, dan disebut orang kemudian sebagai Kaisar Yao.

     Kaisar Yao dianggap sebagai kaisar teladan yang berbudi dan murah hati. Ia adalah orang yang rajin, hidup sederhana dan hemat, dan menjunjung keadilan dalam menangani urusan. Yao pandai memainkan peranan pejabat yang bijaksana, dan terhadap mereka yang berprestasi politik baik, Yao tak segan-segan memberikan penghargaan dan hadiah, tapi mereka yang berprestasi jelek, akan dihukum oleh Yao. Dengan demikian, pemerintahan pada masa berkuasanya Kaisar Yao berjalan dengan lancar. Yao juga mengadakan jabatan untuk urusan astronomi dan penanggalan, agar pertanian dapat dilakukan sesuai dengan musim menurut sistem tahun mata hari. Atas hasil-hasil yang dicapainya, orang zaman kuno memandang masa berkuasanya Kaisar Yao sebagai masa ketika kebudayaan cocok tanam mengalami kemajuan yang pesat. Konon Kaisar Yao juga pandai menyelaraskan hubungan antar etnis. Ia memberi nasehat kepada rakyatnya agar hidup rukun supaya dapat menempuh kehidupan tenteram.
Kaisar Yao mendirikan sistem sosial masa awal peradaban bangsa Tionghoa, sehingga suku etnis primitif mulai berkembang ke arah pembentukan negara. Ia menyempurnakan sistem pembagian keluarga menurut garis keturunan, yaitu anggota klan patriarkat dan anggota klan matriarkat yang ditentukan dengan hubungan darah. Anggota dari klan patriarkat dan matriarkat yang sama adalah satu suku yang sama, dan anggota suku yang sama tidak boleh menikah dengan sesamanya. Dengan melaksanakan sistem pernikahan dengan orang yang berhubungan famili jauh atau dengan orang yang bermarga lain,

     Kaisar Yao berhasil meningkatkan mutu dan daya tahan fisik badan penduduk. Kaisar Yao juga membagi daerah yang dikuasainya menjadi "jiuzhou" atau 9 bagian, yang dikuasai oleh pejabat dan pangeran, sehingga ekonomi di berbagai daerah mengalami perkembangan seimbang. Selama ribuan tahun ini, "jiuzhou" pun menjadi nama lain untuk menggantikan Tiongkok.
    
     Kaisar Yao berkuasa 70 tahun, dan turun takhta setelah memilih seorang ahli waris atau penerus.
Konon waktu mencari ahli waris, Kaisar Yao minta pangeran di berbagai tempat merekomendasikan orang yang bijaksana tanpa menghiraukan apa posisi sosialnya. Atas permintaan Yao, akhirnya rakyat mengangkat seorang miskin bernama Shun sebagai ahli waris. Katanya orangtuanya memperlakukan Shun dengan jelek dan saudaranya pun asombong terhadapnya, tapi Shun tetap dapat hidup harmonis dengan mereka. Para pemilih berpendapat bahwa Shun berbakti dan taat kepada orangtua, dan berwatak ramah tamah, maka ia pasti dapat menangani urusan negara dengan sebaik-baiknya. Setelah memeriksa Shun dari berbagai sudut, Kaisar Yao menganggap Shun benar-benar seorang yang cakap dan berbudi. Tiga tahun kemudian, Kaisar Yao mewariskan takhta kaisar kepada Shun alih-alih putranya bernama Dan Zhu. Turun takhta seperti Kaisar Yao dipuji sejarawan Tiongkok sebagai "shanrang" dalam bahasa Tionghoa. Kaisar Yao berpendapat, mengundurkan diri dan mengangkat Shun sebagai kaisar adalah hal yang menguntungkan seluruh negara. Pikiran maju Kaisar Yao yang mempertimbangkan keadaan seluruh negara itu diceritakan rakyat turun-temurun.
Setelah Shun naik takhta, ia mengembangkan lebih lanjut poltik demokratis yang dirintis Kaisar Yao. Shun selama berkuasanya menyusun tata sopan santun dan hukum pidana, dan mengadakan serentetan jabatan untuk masing-masing menangani urusan politik, ekonomi, kehakiman, pendidikan, industri kerajinan tangan dan musik. Selain itu, ia menetapkan pula cara pengujian prestasi pemerintahan para pejabat dan terbentuklah sistem negara yang agak lengkap.

     Kaisar Shun setelah berkuasa berusaha mengembangkan produksi, terutama membangun irigasi dan menggali sumur air. Ia pandai pula dalam bergaul dengan tokoh-tokoh yang berketrampilan. Selama berkuasanya Kaisar Shun, teknologi pertanian dan industri sama-sama mengalami perkembangan nyata. Dalam hal pemerintahan, Kaisar Shun mementingkan pendidikan moral dengan tindakan nyata, dan berpegang teguh pada prinsip berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Masa berkuasanya Kaisar Shun adalah masa di mana peradaban material dan spiritual sama-sama mencapai kemajuan sangat besar. Dalam hal memilih ahli warisnya, Kaisar Shun bertindak seperti mantan Kaisar Yao, dan juga mengundurkan diri secara sukarela dan memberikan kedudukan kaisar kepada seorang bernama Yu, yang berhasil dengan gemilang dalam menjinakkan air bah.

     Dalam sejarah feodal Tiongkok, takhta kaisar biasanya diwariskan oleh kaisar kepada putranya, namun baik Yao maupun Shun malah mewariskannya kepada orang yang berbakat dan berbudi biarpun tidak berhubungan darah. Selama ribuan tahun ini, Yao dan Shun yang bermoral luhur dalam memilih ahli waris selalu disenandungkan oleh rakyat turun-temurun. Kisah dan dongeng tentang Yao dan Shun kini telah menjadi bahan penting bagi penelitian kebudayaan zaman purba Tiongkok.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar