Kamis, 18 Agustus 2011

Kukuh Akan Jasa Pahala


Alkisah jaman dulu kala ada seorang Pembina yang sangat rajin membina. Namun beliau sangat terikat akan jasa dan pahala. Setiap hari beliau dengan tulus hati membaca parita suci. Hingga begitu banyak jasa pahalanya. Sampai – sampai beliau memiliki ruang khusus untuk berdoa.

Suatu hari seperti biasa dengan khusyuk beliau membaca parita. Ketika asyik membaca parita, tiba – tiba masuklah seeokor babi ke ruangan berdoanya. Babi itu tampak ketakutan dan bersembunyi di belakang tiang. Tak lama masuklah dua orang pemuda, mereka kemudian menanyakan pada pembina “ Pak, apakah ada melihat seekor babi lewat sini? Tadi ketika hendak kami potong, babi tersebut melarikan diri.”

Mendengar penjelasan dua pemuda itu, pembina menjadi bimbang, bila ia memberitahukan keberadaan si babi, maka pasti babi akan dipotong. Tapi bila dia tidak beritahukan, berarti dia berbohong. Berbohong berarti melanggar salah satu dari 5 pantangan dalam agama Budha. Lalu setelah dipikir2, daripada dia melanggar pantangan, maka akhirnya ditunjukkan keberadaan babi kepada pemilik babi tersebut.

Namun betapa kagetnya pembina itu, karna ketika babi tersebut mau dibawa, matannya melotot ke arah pembina. Namun akhirnya babi tersebut dibawa, dan tentu saja akhirnya dibunuh.

Setelah babi tersebut mati, karna marah akhirnya babi melapor pada Yen Lo Wan (Raja Neraka) “Yen Lo Wang, saya mau menuntut, mengapa seorang pembina malah membiarkan saya dibunuh untuk dimakan. “ mendengar penuturan babi, Yen Lo Wang berpikir, ada benarnya juga yah.. Lalu dipanggilah pembina tersebut.

Pembina tentu saja membela diri. “ Saya hanya menjalankan pantangan koq. Saya kan tidak boleh berbohong.”
Yen Lo Wang tambah bingung, karna ada benarnya juga. Akhirnya Yen Lo Wan berkata” Kalau begitu sebaiknya kau berikan saja jasa pahala mu sebagian untuk si babi. Agar kelak dia dapat terlahir jadi manusia dan membina. Dengan demikian impaslah hutang piutang kalian.”

Pembina berpikir, mengumpulkan pahala sungguh tak gampang, masa mau diberikan pada si babi?
“ Begini saja Yen Lo Wang, bagaimana kalau saya dilahirkan jadi babi saja?” kata pembina
“ Baiklah, ini kamu yang minta yah, kelak jangan salahkan saya.” ujar Yen Lo Wang.

Akhirnya pembina diaturkan untuk lahir sebagai babi. Namun jasa pahalanya tidak hangus. Pemilik babi kemudian melihat babinya begitu bagus dan bersinar, malah disayang – sayang dan diberikan makan yang banyak. Bukannya dipotong malah dijadikan pejantan. Pembina yang telah menjelma jadi babi menjadi risau. Bila tidak dipotong – potong, kapan dia bisa terlahir kembali jadi manusia? Lalu pembina memikirkan satu cara. Karna selama jadi babi kerjanya cuma makan tidur, tumbuh menjadi babi yang gendut dan montok. Dilihatnya ada tembok, niatnya menabrak tembok hingga mati.

Ternyata, karna montok dan kuatnya badan babi ini, bukannya merubuhkan tembok dan mati, malah mendorong tembok ke arah sebaliknya dan akhirnya membunuh beberapa ekor ayam dibelakang tembok. Tentu saja ayam tidak terima di bunuh babi dengan cara begitu, mengadulah mereka ke Yen Lo Wang. Sekali lagi pembina enggan melimpahkan pahalanya kepada para ayam, maka meminta biar dilahirkan saja jadi ayam, agar dapat melunasi karmanya.

Tetapi apa yang terjadi? Kita tahu, makanan ayam adalah cacing, dan binatang kecil lainnya. Hmm...
lagi – lagi pembina diadukan para cacing ke Yen Lo Wang. Dan lagi – lagi pembina enggan melimpahkan jasanya pada para cacing. Malah meminta dilahirkan menjadi cacing. Yen Lo Wang juga tak ada pilihan lain, akhirnya menitiskan pembina tersebut menjadi cacing.. Hidup sebagai cacing tentu memakan mahluk hidup yang lebih kecil, yaitu semut.

Bila sesosok roh dilahirkan menjadi semut, rohnya terbagi menjadi beratus – ratus bagian. Maka bila kita lihat semut, mereka selalu kompak dan berjalan berombongan. Karena pada dasarnya mereka adalah satu kesatuan roh. Menjadi semut susah untuk direinkarnasikan menjadi tubuh manusia lagi. Karna harus menunggu semua pecahan rohnya meninggal dan bersatu.

Namun demikian pembina tersebut masih enggan melepas jasa pahalanya dan rela dititiskan menjadi ratusan semut kecil. Tetapi meskipun beliau telah dilahirkan menjadi semut, tetap beliau membina diri.
Tak lupa setiap hari kumpulan semut ini berkumpul dan membaca parita beramai – ramai sehingga mengeluarkan sekumpulan kecil cahaya yang indah.

Suatu hari Bodhidharma melewati tempat dimana sekumpulan kecil semut tersebut sedang membaca parita. Dilihatnya seberkas sinar keluar dari tubuh semut – semut tersebut. Dengan mata saktinya beliau melihat ada apa sebenarnya. Ternyata diketahui bahwa semut ini dulunya adalah seorang pembina, namun karna kukuh akan pahalanya hingga jatuh ke jalur reinkarnasi semut.

Maka Bodhidharma mendekati semut – semut tersebut dan berkata” Diri mu terlalu kukuh, tidak mau melepaskan sedikit saja jasa pahala mu untuk melunasi hutang karma. Malahan rela dititiskan menjadi mahluk paling kecil. Tahukah kau, bila menjadi semut sangat susah dilahirkan lagi jadi manusia. Begini saja, saya limpahkan sebagian jasa pahala saya agar kamu bisa dilahirkan lagi jadi manusia.”


Terikat pada apa jasa pahala tidak akan menjadikan anda seorang dewa. Melimpahkan sebagian jasa pahala anda juga tidak akan menjerumuskan anda ke jalur reinkarnasi yang lebih buruk.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar