Sabtu, 20 Agustus 2011

Ular Yang Membalas Budi

Suatu ketika, hiduplah seorang janda yang sangat miskin. Ia hanya mempunyai seorang anak laki-laki. Pada suatu hari mereka tidak mempunyai roti lagi untuk dimakan.

Lalu ibu berkata pada anaknya, "Pergilah ke hutan nak, dan carilah kayu bakar."

Anak itu pergi ke hutan dan mencari kayu api. Kayu itu diikat dan dibawa pulang.

Sampai di rumah, ibunya berkata, "Bawalah kayu api itu ke kota dan juallah kayu itu. Dari uang hasil menjual kayu, belikan roti untuk makan kita."

Anak itu pergi ke kota menjual kayu itu dan hasilnya hanya dua keping uang logam. Dalam perjalanannya ke tokor roti, ia melihat beberapa anak-anak. Mereka baru menangkap seekor ular. Dan ular itu hendak mereka bunuh dengan memukulnya dengan batu-batu.

Ketika anak itu melihat ular itu, ia merasa kasihan pada binatang itu dan ia berteriak, "Jangan siksa ular itu."

Tetapi anak-anak itu hanya mentertawakannya. Kemudian ia tawarkan uang logam yang dua keping itu. Anak-anak itu menerima uangnya dan cepat-cepat pergi.

Sekarang anak itu harus pulang tanpa uang dan tanpa roti. Ia berjalan lambat-lambat. Di sebelahnya di rerumputan ia mendengar suara gemerisik. Tampaknya ular itu mengikutinya.

Sampai di rumah, ibunya menangis dan memarahinya, karena melihat ia tidak membawa apa-apa. Tetapi apa gunanya itu semua? Mereka pergi tidur dengan perasaan letih dan lapar sekali.

Tengah malam, anak itu mendengar desis sesuatu. Ia membuka matanya dan melihat ular di atas selimutnya.

Ular itu mengangkat kepalanya dan berkata, "Engkau telah menyelamatkan jiwaku. Aku sangat berterima kasih. Ayahku adalah Raja Ular. Ikutlah ke istananya. Ia akan membalas budimu. Minta saja cincin stempel, yang ia simpan baik-baik. Anak itu bangun dan ikut ular itu ke istana ayahya.

Raja Ular amat berterima kasih dan bertanya padanya, "Bagaimana aku dapat membalas kebaikanmu? Katakanlah, apa yang kau ingini."

Anak itu menjawab, "Berikanlah aku cincin stempel yang selama ini tuan simpan."

Raja Ular bersabda, "Engkau memilih sesuatu yang baik."

Dan ia mengambil cincin stempel itu dari tempat persembunyiannya.

Dan kemudian ia menasihati, "Ketahuilah, kalau kau memakai cincin ini dan memutar-mutarnya, akan datang seorang laki-laki hitam. Ia akan memenuhi segala permintaanmu."

Anak itu mengucapkan terima kasih pada Raja Ular, lalu ia pamit dan pulang ke rumahnya. Sebelum matahari terbit, ia telah kembali lagi di tempat tidurnya.

Pada waktu ayam berkokok, ibunya sudah bangun.

Dan ia mulai menangis lagi, "Aduh nak, apa yang harus kita makan sekarang? Tidak ada sepotong roti atau sedikit tepungpun di rumah!"

Anaknya hanya menjawab, "Pergi saja ke kamar makan, Ibu. Di sana Ibu akan mendapatkan segala apa yang diperlukan."

Walaupun ibunya tidak begitu percaya, ia pergi juga ke kamar makan. Sekarang anak itu memutar-mutar cincin pada jarinya dan datanglah seorang laki-laki yang serba hitam.

Ia membungkukkan badannya dan dengan hormat bertanya, "Apakah kehendak tuanku?"

Anak itu memerintahkan, "Penuhilah kamar makan kami dengan barang-barang bagus dan makanan yang enak."

Ketika ibunya membuka pintu kamar makan, keinginan anaknya telah terwujud. Di atas meja makan tersedia roti yang hangat, tempat susu penuh dengan susu, di dinding tergantung sepotong daging asap, di pojok kamar tersedia sekarung penuh tepung gandum, sekaleng minyak goreng dan di lemari telur, mentega dan madu cukup untuk satu minggu.

Mereka senang sekali. Demikianlah ular membalas budi anak itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar