Senin, 31 Oktober 2011

Hikayat Kaisar Liang Hu Tie Memohon Pada Kakek Guru

Dulu ada satu biara yang memisahkan dua pintu, Timur dan barat. Biara timur dan barat masing - masing di pimpin oleh kepala biara yang berbeda. Didepan biara timur hidup seekor cacing. Cacing tersebut tiap hari dengar ceramah sehingga memiliki roh yang bagus.

Setiap pagi cacing tersebut membangunkan kepala biara timur. Kemudian kepala biara timur akan membangunkan muridnya. Begitulah setiap harinya biara timur tak pernah kesiangan untuk berdoa pagi.

Suatu hari murid dari biara barat bertanya " Murid timur, bagaimana kalian setiap pagi bisa bangun pagi dan tak pernah kesiangan untuk berdoa?"
Murid timur menjawab " Sebenarnya kami juga sama saja dengan anda murid barat. Hanya saja setiap paginya ada seekor cacing yang senantiasa membangunkan guru kami, yang kemudian guru kami pun membangun kan kami. "

Setelah mendengar penuturan dari murid timur, murid barat merasa kesal. Esok harinya pagi - pagi sekali murid barat memasak air panas lalu menyiramkannya ke dalam lubang tempat si cacing tinggal. Maka meninggallah cacing tersebut.

Paginya guru timur bangun kesiangan dan merasa heran, mengapa sang cacing hari ini tidak membangunkannya? lalu di carilah cacing tersebut ke liangnya dan menemukan cacing tersebut telah meninggal. Lalu beserta dengan muridnya, guru timur membacakan parita untuk sang cacing.

Beberapa waktu berlalu, si cacing dikarenakan semasa hidup selalu membangunkan kepala biara untuk beribadah, sehingga telah mengumpulkan jasa pahala, lalu terlahir lagi menjadi tukang kayu.
Sebaliknya murid barat dikarenakan telah mencelakakan cacing, setelah tiba masanya dia akhirnya meninggal dan dititiskan kembali menjadi kera.

Tukang kayu dan kera dikarenakan jodoh yang baik dengan Buddha di masa lampau, sama - sama suka sembahyang. Suatu hari ketika sedang berjalan, tukang kayu menemukan sebuah kuil tua yang lusuh dan atapnya bolong - bolong. Lalu dengan tulus tukang kayu membetulkan kuil tersebut. atap yang bolong di betulkan. Setelah itu tukang kayu pun berlalu.. ketika dalam perjalanan tukang kayu bertemu dengan pelajar yang kesulitan menyeberang sungai. Maka dengan baik hati tukang kayu mengambil tujuh buah batu dan menyusunnya menjadi jembatan agar pelajar tersebut bisa lewat.

Perbuatan tukang kayu ini ternyata disaksikan oleh dua orang dewa yang kemudian melaporkannya ke Atas bahwa di bumi ini ada seorang tukang kayu yang dengan baik hati telah membangun istana Buddha dan jembatan tujuh bintang.

Si kera dan tukang kayu sama - sama suka mencari bunga untuk di taruh di kuil. Tapi si kera agak nakal. Setiap kali melihat sudah ada orang yang menaruh bunga untuk Buddha, maka ia akan mencabutinya dan kemudian digantikan dengan bunga milik dia sendiri. Melihat bunganya sering kali di tukar dengan bunga lain, tukang kayu begitu penasaran lalu sengaja mengincar siapakah gerangan yang telah setiap hari mencabut bunganya.

Setelah tertangkap basah bahwa si kera yang mencabut bunganya, tukang kayu berlari mengejar si kera, kera lari tunggang langgang masuk ke gua. Tukang kayu kemudian mengambil batu dan menutup lubang gua tersebut. Lalu meninggallah si kera didalam lubang karena kelaparan.

Setelah masanya lewat, maka tukang kayu pun meninggal. Dikarenakan dimasa lampau ada memperbaiki kuil dewa dan membangun jembatan untuk pelajar, Tukang kayu kemudian dititiskan kembali menjadi Kaisar Liang Hu Tie. Sedangkan sang kera dikarenakan dimasa lampau ada memuja dewa, dikehidupan selanjutnya dilahirkan menjadi Jendral.

Liang Hu Tie adalah seorang raja yang gemar berderma, membangun vihara dan bervegetarian. Beliau berguru kepada Ce Kung. Istri Liang Hu Tie juga seorang yang beribadah, beliau berguru pada Yin Hong.

Suatu hari permaisuri mengundang Liang Hu Tie untuk mendengarkan ceramah Yin Hong. Liang Hu Tie kemudian turut mengundang gurunya, Ce Kung. Sewaktu ceramah, Yin Hong sembari makan daging dan minum arak.

Ce Kung kemudian menegur Yin Hong. Yin Hong lalu menjawab " Saya kelihatannya memang makan daging dan minum arak, namun sebenarnya tidak begitu." Mendengar jawaban Yin Hong, Ce Kung lalu menjawab " Kalau begitu, kamu kelihatannya membina, namun sebenarnya tidak begitu."

Setelah masa hidupnya selesai, Yin Hong akhirnya meninggal dan dilahirkan kembali menjadi seekor kerbau. Suatu hari ketika Ce Kung dan Liang Hu Tie sedang jalan - jalan, melihat seekor kerbau yang aneh. Kerbau tersebut berwarna - warni. Ce Kung lalu berkata kepada Liang Hu Tie bahwa kerbau itu adalah titisan Yin Hong. Namun Hu Tie tidak percaya. Ce Kung kemudian menyuruh Hu Tie memanggil nama Yin Hong 3x. Setelah dipanggil 3x kerbau tersebut kemudian menoleh dan berlutut menangis.

Setelah Ce Kung menasehati Kerbau tersebut, merasa malu, kerbau tersebut kemudian menabrakkan diri ke tembok dan kemudian meninggal. Liang Hu Tie melihat kejadian ini tekad untuk membina dirinya semakin besar.

Meskipun rajin membina diri, namun Hu tie sebagai kaisar juga terlalu menikmati kehidupan. Suatu hari Ce Kung diundang Hu Tie untuk menonton drama. Hu Tie kemudian bertanya kepada Ce Kung, apakah dramanya bagus? Ce Kung yang sudah jengah dengan kemewahan Hu Tie lalu menjawab tidak tahu. Hu tie begitu bingung, mengapa Ce Kung menonton di bagian depan tapi tidak tahu apakah drama tersebut bagus atau tidak?

Ce Kung mengetahui isi hati Hu Tie kemudian menyuruhnya memanggil tiga orang tawanan yang hendak dihukum mati. Ce Kung menyuruh agar diletakkan ember berisi air diatas kepala mereka. Kemudian tiga orang tersebut disuruh berlutut didepan menonton drama. Bila sampai drama tersebut selesai dan tidak ada air yang tumpah dari ember tersebut, maka mereka akan dibebaskan dari hukuman mati.

Ketika drama sedang seru - serunya, Ce Kung menyuruh Hu Tie bertanya pada tiga tawanan ini, apakah drama tersebut bagus atau tidak?  Mereka bertiga menjawab tidak tahu. Hu Tie menjadi marah, bagaimana drama didepan mata mereka tidak tahu ceritanya bagus atau tidak. Salah satu dari mereka kemudian menjawab " Kami begitu sibuk memikirkan nyawa kami, bagaimana bisa tahu cerita drama tersebut bagus atau tidak?" Hu Tie menjadi sadar maksud dari Ce Kung. Begitulah cara Ce Kung menasehati Hu Tie.

Sejak kejadian itu, Hu Tie kemudian mulai menurunkan anggaran pengeluarannya. Hu Tie suatu hari membangun vihara yang besar sekali, kemudian bertanya pada Ce Kung " Saya membangun vihara yang begitu besar, besarkah pahala saya?" Ce Kung kemudian menjawab" Sedikitpun tidak ada." Mendengar penuturan Ce Kung, Hu Tie menjadi bingung, Ce Kung kemudian menjelaskan, " Di kehidupan lampau ketika kau masi menjadi tukang kayu, engkau telah membangun kuil dengan tulus dan jerih payah mu sendiri. Sekarang engkau memang membangun vihara yang besar, tetapi merepotkan banyak rakyat. Jasanya tak ada sama sekali."

Setelah kejadian ini, Hu Tie semakin tulus dalam membina diri. Setiap hari mengundang Ce Kung berceramah, lama kelamaan urusan kerajaan menjadi terbengkalai. Ibu suri tidak senang melihat hal ini lalu memunculkan fitnah terhadap ajaran Buddha. Ibu suri kemudian menyuruh orang memotong anjing untuk dibuat bakpao dan mengundang Ce Kung untuk makan. Maksud dari perbuatannya adalah untuk merusak vegetarian Ce Kung.

Ce Kung dikarenakan membina dirinya sudah bagus, terlebih dahulu telah meramalkan kejadian tersebut. Ce Kung lalu berkata kepada Hu Tie " Bilamana nanti Ibu Suri mengundang saya makan dan saya akan meminta pertolongan mu. Saya akan berteriak dan kau harus datang menolong saya."

Tak lama Ibu suri benar - benar memanggil Ce Kung untuk makan bakpao. Ce Kung kemudian berteriak minta tolong. Hu Tie yang mendengar teriakan Ce Kung serta merta datang menolong. Ce Kung segera membuang bakpao tersebut keluar yang kemudian tumbuh menjadi empat macam tanaman yang dilarang makan oleh orang yang bervegetarian. ( Bawang, Kucai, dll )

Tidak lama kemudian Ibu Suri terkena wabah penyakit menular dan kemudian meninggal. Raja neraka sangat marah kepada Ibu Suri lalu dilahirkan menjadi ular. Ular ini hidup tersiksa karna memiliki kepala yang besar dan tenggorokan yang kecil serta kulit yang dimakan semut. Kaisar setelah lama ditinggal meninggal Ibu Suri telah lama tidak mengunjungi istana Ibu Suri.

Suatu hari Hu Tie pergi mengunjungi istana Ibu Suri dan bertemu dengan ular titisan Ibu Suri. Ular tersebut meminta tolong pada Hu Tie dan menceritakan kisahnya. Dia memohon pada Hu Tie agar dapat membacakan parita untuknya. Lalu diundannya Ce Kung untuk bersama membaca parita. Hu Tie membuat "Chan Huei Pao Chan" untuk ibunya. Setelah naskah tobat tersebut  selesai dibuat, Hu Tie melihat Ibu Suri berterimakasih kepada kaisar dan cucunya.

Liang Hu Tie semakin maju membina dirinya. Suatu hari Hu Tie bertanya pada Ce Kung, kapan beliau akan mencapai sempurna? Ce Kung kemudian menunjuk kepada tenggorokan Hu Tie. " Disini kamu setiap hari berfoya - foya, bagaimana mungkin kamu bisa mencapai sempurna?" Mendengar penuturan Ce Kung, Maka Ce Kung pun meninggalkan istana dan membina di gunung Thai Cen.


Ce Kung tahu bahwa Hu Tie harus menghadapi pembalasan karma. Setelah jodoh telah matang, Ce kung dan Hu Tie kemudian berpisah. Suatu hari Jendral Hou Cing memberontak dan menyerang Thai Cen memutus mata rantai makanan Hu Tie. Hu Tie pun dikurung tanpa makanan dan minuman sama sekali.

Lama - lama mundurlah pembinaan Hu Tie, lalu Ce Kung muncul dari langit dan berkata " Sekarang saatnya kamu mendapatkan pembalasan karma dari tiga kehidupan . Kamu tidak boleh mundur."
Setelah mendapat nasihat dari Ce Kung, Hu Tie akhirnya menerima dengan ikhlas dan akhrinya mencapai sempurna menjadi arahat.

Sumber : Berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar