Jumat, 15 November 2024

Kisah Han Shan, Shi De dan Bhiksu Feng Gan

 

Pada masa pemerintahan Kaisar Tang Taizong tahun Zhenguan (627-649 Masehi), di Vihara Guo Qing, Gunung Tian Tai, ketua viharanya bernama Bhiksu Feng Gan. Pada suatu hari Bhiksu Feng Gan sedang berkelana menuju ke Gunung Chi Cheng , tiba-tiba mendengar suara tangisan anak kecil. Melihat di daerah sekitar tidak ada orang, Bhiksu Feng Gan segera mencari asal muasal suara tangisan dan menemukan seorang anak kecil yang berusia sekitar 10 tahun. Bhiksu Feng Gan bertanya : “Bodhisattva kecil, siapa yang membawamu keluar? Di mana ayahbundamu? Di mana rumahmu?” Anak itu menjawab : “Saya anak yatim piatu, tidak berayah tidak berbunda, karena keasyikan bermain akhirnya tersesat, tidak tahu jalan pulang kembali”. Bhiksu Feng Gan yang melihat kondisi anak itu menyedihkan, kemudian membawanya pulang ke Vihara Guo Qing dan membesarkannya. Oleh karena anak itu tidak memiliki nama dan lagipula dibawa pulang oleh Bhiksu Feng Gan, maka para Bhiksu lainnya memanggil anak tersebut dengan nama “Shi De”.


Tahun demi tahun berlalu, Shi De tumbuh dari seorang anak yang lemah menjadi seorang pemuda kuat yang mampu melakukan berbagai pekerjaan, Bhiksu Feng Gan menugaskannya membantu di dapur, memilih sayur, memasak, meringankan pekerjaan para anggota Sangha. Shi De amat rajin bekerja, hanya saja dia memiliki sebuah tabiat yakni setiap kali ketika sedang bekerja, dia selalu membungkus sisa nasi dan sisa sayur, kemudian menaruhnya ke dalam keranjang. Semua ini dia persiapkan buat Han Shan. Siapakah Han Shan? Semua anggota Sangha Vihara Guo Qing juga mengenal Han Shan adalah orang aneh yang menyepikan diri di puncak gunung Han Yan.

Han Shan berpakaian aneh, dibilang Bhiksu tidak seperti Bhiksu, juga suka membuat syair-syair, seringkali menulis beberapa kalimat, atau melantunkannya keluar. Namun dia tidak seperti orang lainnya harus membuat persiapan terlebih dahulu, bagi Han Shan, asalkan hobinya muncul, maka dia segera menulisnya di bambu atau mengukirnya di batu. Lama kelamaan bebatuan dan pepohonan di sekitar gunung Han Yan telah dipenuhi oleh karya tulis Han Shan. Shi De sangat mengkagumi bakat Han Shan, ingin sekali mempelajari keahlian Han Shan dalam membuat karya tulis, maka itu setiap harinya dia menyimpan sisa nasi dan sayur yang diperuntukkan bagi anggota Sangha Vihara Guo Qing, untuk dipersembahkan kepada Han Shan. Setiap harinya Han Shan akan turun dari gunung datang ke Vihara Guo Qing, maka Shi De akan memberikan keranjang yang berisi nasi dan sayur, dan selanjutnya dibawa Han Shan kembali ke atas gunung.

Anggota Sangha menitikberatkan maitri karuna dan menyayangi benda, apa yang tidak digunakan diri sendiri harus diberikan kepada orang lain, bagi para Bhiksu ini adalah hal biasa, maka itu mereka tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Shi De. Namun selanjutnya ada satu hal yang membuat para Bhiksu merasa sangat kesal dan tidak mampu menahan kesabaran, yakni Shi De suka berteriak-teriak di tengah malam. Vihara Guo Qing terletak di bawah kaki Gunung Tian Tai, sangat sedikit penduduk yang tinggal disekitarnya, pada malam hari suasananya sangat hening, tiba-tiba Shi De berteriak-teriak, sehingga ibarat permukaan tanah yang rata tiba-tiba disambar petir, sungguh membuat kaget para penghuni vihara. Para Bhiksu tidak dapat menahan kesabaran lagi, dan mengkritiknya. Shi De tidak membalas, hanya tertawa terbahak-bahak dan melesat pergi, sepertinya memang sengaja hendak memecahkan kesunyian malam, mengacaukan ketenangan hati para Bhiksu.


Setelah berkali-kali membuat kekacauan, para Bhiksu melihat Shi De tidak berniat memperbaiki diri, akhirnya mereka melapor kepada Bhiksu Feng Gan, berharap agar beliau menyelesaikan masalah ini. Namun Bhiksu Feng Gan malah memperlakukan Shi De dengan kompak sekali, sama sekali tidak menasehatinya. Bhiksu Feng Gan sendiri juga tak beda jauh dengan Shi De, selalu menyanyi sendirian di malam larut. Mengapa demikian? Ternyata Bhiksu Feng Gan bukanlah manusia biasa, dia mengetahui Shi De juga bukan manusia biasa, demikian pula halnya dengan Han Shan. Siapakah jati diri mereka yang sesungguhnya? Ternyata adalah jelmaan Buddha dan Bodhisattva.

Pada saat itu gubernur Taizhou yang bernama Lu Qiu-yin, ketika baru tiba di Taizhou, saat di perjalanan menderita sakit kepala yang sangat berat. Kebetulan bertemu dengan Bhiksu Feng Gan, Bhiksu Feng Gan meludahi wajah Lu Qiu-yin yang langsung menyembuhkan sakit kepalanya. Lu Qiu-yin bertanya : “Apakah di Gunung Tian Tai ini terdapat orang suci?” Bhiksu Feng Gan menjawab : “Tentu saja ada, hanya saja orang-orang yang berjumpa dengan mereka takkan mengenali jati mereka yang sesungguhnya,sebaliknya yang benar-benar mengenali mereka namun sayangnya tak berjodoh bertemu dengan mereka.

Jika anda ingin bertemu mereka, jangan menilai dari penampilannya. Han Shan adalah jelmaan dari Bodhisattva Manjusri, bersembunyi di Gunung Tian Tai; Shi De adalah jelmaan dari Bodhisattva Samantabhadra, kelihatannya seperti pengemis. Dua orang ini bukan manusia biasa”. Mendengar penuturan Bhiksu Feng Gan, Lu Qiu-yin sudah tidak sabar lagi ingin segera bertemu dengan dua orang suci ini, sehingga lupa bertanya nama Bhiksu penolong yang berada di hadapannya itu, sehingga tidak tahu bahwa dia adalah Bhiksu yang begitu terkenal dengan nama Bhiksu Feng Gan.

Setibanya di Vihara Guo Qing, Lu Qiu-yin menuruti aturan tata krama yang berlaku yakni beramah tamah terlebih dahulu dengan ketua vihara yakni Bhiksu Feng Gan. Namun karena Bhiksu Feng Gan belum pulang ke vihara, maka Lu Qiu-yin minta bertemu dengan Han Shan dan Shi De, para anggota Sangha membawanya ke tempat penyepian diri Han Shan, yakni di Gunung Han Yan, tampak dua orang sedang duduk di hadapan api unggun, kemudian terdengar suara tawa.


Lu Qiu-yin segera melakukan namaskara, kemudian menjelaskan maksud kedatangannya. Han Shan dan Shi De berseru : “Feng Gan sungguh banyak mulut, mengapa membongkar jati diri kami! Anda ini juga sungguh ceroboh, sudah bertemu dengan Buddha Amitabha, buat apa masih datang mencari kami?” Selesai berkata, kedua orang ini tertawa terbahak-bahak, bergandengan tangan berjalan menuju ke perdalaman hutan. Sejak itu tidak tampak lagi bayangan Han Shan dan Shi De serta Bhiksu Feng Gan. Lu Qiu-yin mengutus orang yang menyalin semua syair-syair yang diukir Han Shan di kayu-kayu dan bebatuan, seluruhnya ada lebih dari 300 syair, yang beredar hingga saat kini.

Di Provinsi Jiangsu dan Zhejiang, masyarakat mempercayai legenda tentang Han Shan, Shi De dan Bhiksu Feng Gan ini, setiap insan mengetahui kisah mereka ini. Semua orang percaya bahwa mereka adalah jelmaan Buddha dan para Bodhisattva.

 sumber : https://www.lingyinsi.com/ 

Minggu, 08 September 2024

PENGAJARAN BUDDHA SAKYAMONI KEPADA ANAKNYA, RAHULA

 


【釋迦牟尼佛,對兒子羅睺羅的一段精彩教誨!】
Buddha Sakyamuni, Memberi Sepintas Pengajaran yang Luar Biasa Kepada Anaknya, Rahula !

佛陀的兒子羅睺羅,十幾歲時隨佛陀出家,很調皮,常喜歡說謊作弄別人,但因他的身份很特殊,因此僧團中無人敢加以糾正,以致日久漸。
Anak dari Sang Buddha, Rahula. Umur 10 tahun telah menjadi Bhiksu mengikuti jejak Sang Buddha.
Tapi dia sangat nakal, sangat suka berbohong mempermainkan orang, tetapi karena status dia yang sangat spesial, maka diperkumpulan Sangha tidak ada yang berani protes dia untuk perbaiki sifatnya dan kelamaan makin menjadi.

有一天佛命羅睺羅端大盆水洗佛的雙足,洗後就問他說:「這些水可以喝嗎?」「不,不能喝。」
Ada suatu hari Sang Buddha memerintahkan Rahula mengambil sebaskom air untuk mencuci sepasang kaki Sang Buddha (Rahulu mencuci kaki Sang Buddha), setelah habis mencuci, Sang Buddha bertanya pada dia : 「air ini boleh diminum? 」
Lalu Rahula jawab : 「tidak, tentu tidak boleh」

佛說:「這盆水一旦變髒後就不再受人珍惜,而至被人丟棄;同樣的道理,一個人如果常常說謊,以後也就不再被人信任,你知道嗎?」羅睺羅聽後立刻覺得慚愧。
Sang Buddha berkata : 「air dibaskom ini sudah kotor maka tidak akan dihargai orang lagi, malah akan dibuang orang. Sebuah Ajaran Kebenaran yang Sama, Seseorang jika sering berbohong, maka kelak tidak akan ada yang mempercayai, apakah kamu sudah tahu? 」
Rahula setelah habis mendengarkan, langsung merasa penyesalan.

佛命他將水倒掉,再問他:「這個盆叫什麼盆?」兒答:「這是洗足盆。」佛問他:「這個盆可以用來盛水洗米洗菜嗎?」「沒有人會用它洗米洗菜了。」
Sang Buddha memerintah dia membuang air tersebut, lalu tanya dia lagi : 「baskom ini disebut baskom apa? 」
Anak jawab : 「baskom cuci kaki」
Sang Buddha bertanya : 「Bisakah baskom ini digunakan untuk mencuci beras dan mencuci sayuran? 」
Rahula jawab : 「tidak ada orang akan gunakan baskom ini untuk mencuci beras dan mencuci sayuran」

佛說:「對。一個人如果心不清淨,言而無信,則永遠不會受人敬重。自甘作賤的人,只能被人踩在腳下成為低賤的用具,永遠不能被人所重視,你如果不改錯誤的言行,就如同這盆。」
Sang Buddha berkata : 「Benar, Jika seseorang hati tidak tenang bersih, setiap perkataan tidak ada kepercayaan, maka selamanya tidak akan pernah menerima dihormati orang lain, semua perbuatan hanya mengikuti kepuasan diri sendiri, tipe orang demikian hanya bisa diinjak-injak di bawah kaki orang untuk diperalat saja, tidak pernah bisa dihargai oleh orang. Jika kamu tidak merubah kesalahan kamu atas perkataan dan tindakan maka kamu akan bagaikan baskom ini」

佛陀說後又用腳將該盆踢到遠處,問羅睺羅:「我現在踢掉這個盆,你覺得可惜不可惜?」「不大可惜,因為它只是一個粗盆。」
Setelah Sang Buddha habis berkata lalu menggunakan kaki menendang baskom sampai jauh, lalu bertanya Rahula : 「Saya sekarang menendang baskom ini, kamu merasa sayang sekali atau tidak? 」
Rahula menjawab : 「tidak seberapa patut disayangkan, karena itu sebuah baskom yang kasar」

佛陀說:「對。同樣的道理,一個人如不學好,自居下流,令人失望,別人也就不會刻意去愛惜他。」
Sang Buddha berkata : 「Benar, dan ini adalah Sebuah Penyataan yang Sama Kebenarannya, jika seseorang tidak belajar dengan baik, perbuatan diri yang rendah/jahat, membuat orang kecewa, orang lain tidak akan dengan sengaja menghargainya 」

佛指著被踢翻而覆蓋著的盆子對羅睺羅說:「現在覆蓋的盆子能裝下水嗎?」「不行。」
Sang Buddha lalu menunjukkan ke baskom yang terbalik dan tertutup berkata pada rahula : 「sekarang baskom yang tertutup bisa tuang isi air? 」
Rahula jawab : 「tidak bisa」

佛陀說:「你現在正如這個盆,心口均不清淨,屢說妄語,顛倒是非,指空為有,指有為空,一如此盆,不值人疼愛。」
Sang Buddha berkata : 「kamu sekarang bagai baskom ini, hati dan mulut tidak bersih, selalu berkali-kali berkata bohong, membalikkan yang benar dan salah, yang kosong dikatakan menjadi ada, yang ada dibilang kosong, bagaikan baskom itu, tidak pantas disayangi dan dihargai」

羅睺羅受到佛陀一連串的教訓後,異常羞愧,隨即向佛陀表示衷心的懺悔,今後決心痛改前非。
Setelah Rahula menerima serangkaian pelajaran berharga dari Sang Buddha,
Akhirnya dia selalu merasa malu dan bersalah, lalu dengan segera mengungkapkan penyesalan hati tulus kepada Sang Buddha, di masa depan bertekad untuk mengubah masa lalunya.

後來佛陀讚歎羅睺羅乃「密行無礙第一。」
Lalu Sang Buddha memuji rahula bahwa「SETIAP HENDAK BERTINDAK HARUS WASPADA SEBAGAI PERSYARATAN AWAL KARENA BERASAL DARI LUBUK HATI/ORANG YANG SANGAT BERHATI-HATI DALAM PRILAKU」


sumber : https://wejangansuci.wordpress.com/