Sun Pu Erl adalah salah satu dari 7 orang sejati pada jamannya. Nama aslinya adalah Sun Yen Cen yang lahir pada tahun 1119 di sebuah kota kecil di Nin Hai, propinsi San Tong. Sun Pu Erl memiliki wajah yang cantik dan rupawan. Konon ceritanya sebelum hamil, ibunya mimpi 7 ekor burung phoenix yang masuk ke dalam tubuhnya. Burung tersebut diyakini adalah lambang keabadian. Sejak itu ibunya meyakini bahwa beliau akan melahirkan seorang suci.
Nama Sun Pu Erl sendiri memiliki makna "Sun tiada duanya". Artinya beliau membina diri dengan tekad yang teguh, tiada berpaling. Beliau sangat cerdas dan berkebajikan. Beliau belajar sastra pada ayahnya yang bernama Sun Zhong Jing. Sun Pu Erl meskipun terlahir sebagai wanita, namun beliau tidak pandai menyulam atau kerajinan tangan, beliau senang membaca buku dan terhadap sejarah sangat mengerti.
Pada usia remaja beliau menikah dengan seorang pemuda bernama Ma Tan Yang dan memiliki tiga orang anak. Ma Tan Yang adalah seorang yang kaya raya. Beliau memiliki tanah yang luas. Karena beliau ada mempelajari sejarah, beliau menyadari, kalau kedudukan yang di perebutkan manusia, harta dan nama, semuanya pada akhirnya adalah kosong. Seseorang dengan susah payah memperebutkannya, ketika meninggal bahkan tidak ada yang membicarakan atau mengingat mereka.
Sun Pu Erl suatu hari berkata pada suaminya, bagaimana kalau mereka menjual saja hartanya lalu mencari guru penerang. Pada jaman itu sangat sulit mencari seorang guru penerang. Pada awalnya Ma Tan Yang kurang senang dengan ide istrinya. Namun lama kelamaan akhirnya beliau setuju juga.
Di Tempat lain, Wang Chong Yang yang adalah seorang pembina sejati dan telah mencapai pencerahan, mendapat perintah dari dari gurunya untuk menemukan tujuh orang master Tao sejati untuk dilintasi. Salah satunya adalah Sun Pu Erl. Sun Pu Erl adalah orang yang pertama kali dilintasi oleh Wang ChongYang dan sekaligus membuka jalan untuk enam pembina selanjutnya.
Wang Chong Yang demi mencari tujuh orang sejati, menyamar menjadi seorang pengemis tua. Suatu hari beliau bertemu dengan suami istri Ma Tan Yang dan Sun Pu Erl. Sun Pu Erl memiliki kearifan yang tinggi, begitu melihat pengemis itu langsung menyadari bahwa beliau memiliki wajah seorang suci dan bijak. Beliau berkata pada pelayannya, bilamana bertemu lagi dengan pengemis ini agar mempersilahkan beliau masuk kerumah.
Sampailah pengemis tersebut ke rumah Sun Pu Erl. Ma Tan Yang berkata pada pengemis tersebut. " Anda hidup sebatang kara tanpa sanak saudara, bagaimana kalau anda tinggal disini saja bersama kami. Biarkan kami yang merawat anda."
Pengemis tersebut malahan merasa tersinggung. Ma Tan Yang kemudian berdiskusi dengan istrinya, mengapa orang tua ini kita berbaik hati malah dia marah - marah? Istrinya begitu arif mengatakan " Orang yang memiliki Tao dalam dirinya, tidak memperdulikan sandang dan papan, mereka hanya memperdulikan Tao, sebaliknya orang kerdil, hanya memperdulikan sandang dan papan tanpa memperdulikan pembinaan dirinya."
Sun Pu Erl kemudian bersujud di depan pengemis tersebut dan berkata " Anda sepertinya orang yang memiliki rejeki dan kearifan yang besar." Pengemis berkata " Tahu dari mana anda kalau saya memiliki rejeki yang besar ?" Sun Pu Erl kemudian menjawab " Anda tidak memiliki kerisauan, tidak seperti kami "
sang pengemis berkata bahwa beliau kalau mau tidak punya kerisauan juga bisa, caranya adalah datang memohon Tao padanya. Akhirnya jadilah Sun Pu Erl berguru pada Wang Chong Yang.
Namun sang guru berkata pada Sun Pu Erl untuk menjual hartanya untuk membina diri. Setelah berdiskusi dengan Ma Tan Yang akhirnya mereka sepakat menjual harta. Namun bukan hal yang mudah juga, karena harus minta persetujuan saudara lainnya. Akhirnya mereka memberikan sejumlah uang pada saudara sebagai pengganti harta yang dijual. Setelah dijual uang hasil penjualan seluruhnya diberikan pada gurunya.
Oleh gurunya uang tersebut digunakan untuk fakir miskin, dll. Beliau melakukan itu dengan maksud agar suami istri ini dapat membina diri dengan tenang tanpa kerisauan. Sang guru juga berpesan agar mereka memantapkan hati agar niat tidak bergejolak.
sumber: buku kisah 7 pembina sejati
Minggu, 17 April 2016
Liu Chang Sen(1 dr 7 pembina sejati)
Dikisahkan seorang bernama Liu Chang Sen, yang merupakan 1 dari 7 pembina sejati pada jamannya. Setelah melewati beberapa tahapan pembinaan. Beliau akhirnya mencapai kesempurnaan dan diundang oleh ratu khayangan untuk mengunjungi khayangan.
Ketika memasuki khayangan. Beliau melihat banyak sekali dewi dewi. Dalam hati terlintas sebuah pikiran "Betapa cantiknya dewi2" . Suara hati beliau terdengar oleh ratu khayangan.
"Kamu masih belum dapat menghilangkan keakuan dan kemelekatan pada nafsu. Walau berhasil dalam pembinaan, tetapi tidak banyak berbeda dengan umat awam. Tidak dapat memasuki tingkatan para suci. Kamu harus turun lagi kedunia untuk membina diri lebih lanjut".
Selesai berkata, ibu suri meminta pengawal langit untuk mengawal Liu Chang Sen sampai ke pintu selatan surga.
ketika ingin turun kembali dengan menaiki awan, tiba tiba ia telah didorong oleh pengawal sehingga langsung jatuh kedunia. Ia terbangun dan sadar bahwa itu adalah mimpi. Setelah dipikir kembali, memang benar 1 pikiran menghancurkan semuanya.
Akhirnya atas nasihat dan saran saudara seperguruannya, Liu Chang Sen memutuskan untuk membina diri dengan memandang tetapi tidak melihat. Ada suara tetapi tidak mendengar. Dengan sendirinya hati akan kosong.
Kabarnya Su Zhou dan Hang Zhou adalah surganya wanita cantik. Maka pergilah ia kesana. Dengan kesaktiannya mengubah beberapa potong batu menjadi emas. Mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Lalu berjalan memasuki rumah bordir.
Mengaku sebagai pedagang permata dan minta dilayani oleh wanita paling cantik. Wanita tersebut bernama Si Yi yang sangat ahli dalam bermain kecapi, menyanyi dan menari. Si Yi melihat wajah Chang Sen yang tampan, pribadinya lembut dan tidak kaku juga tidak kikir maka dengan senang hati menemaninya.
Chang Sen mengingat ajaran gurunya yaitu walau gunung roboh juga tidak terkejut. Bukan tidak terkejut tapi dianggap tidak roboh. Berdasarkan ajaran gurunya wanita cantik depan mata pun dianggap tidak ada didepan mata. Berdasarkan ajaran itu Chang Sen dapat mengosongkan hatinya. Sama sekali tidak tergerak.
Sia2 wanita itu menggodanya. Hati adalah majikan diri kita. Jika hati tidak bergerak maka badan akan tenang. Niat dikendalikan oleh hati. Ibarat anak kecil yang tidak mengerti akan asmara. Walau tidur seranjang juga tidak merasakan apa apa.
Maka ditempat itulah Liu Chang Sen akhirnya mencapai sempurna. Sebuah syair mengatakan "
Melihat wanita cantik, hati tidak lagi tergoda,
ketabahannya luar biasa.
ada orang yang belajar mencapai dharma kekosongan,
Sejak dahulu hingga kini namanya akan dikenang.
Ketika memasuki khayangan. Beliau melihat banyak sekali dewi dewi. Dalam hati terlintas sebuah pikiran "Betapa cantiknya dewi2" . Suara hati beliau terdengar oleh ratu khayangan.
"Kamu masih belum dapat menghilangkan keakuan dan kemelekatan pada nafsu. Walau berhasil dalam pembinaan, tetapi tidak banyak berbeda dengan umat awam. Tidak dapat memasuki tingkatan para suci. Kamu harus turun lagi kedunia untuk membina diri lebih lanjut".
Selesai berkata, ibu suri meminta pengawal langit untuk mengawal Liu Chang Sen sampai ke pintu selatan surga.
ketika ingin turun kembali dengan menaiki awan, tiba tiba ia telah didorong oleh pengawal sehingga langsung jatuh kedunia. Ia terbangun dan sadar bahwa itu adalah mimpi. Setelah dipikir kembali, memang benar 1 pikiran menghancurkan semuanya.
Akhirnya atas nasihat dan saran saudara seperguruannya, Liu Chang Sen memutuskan untuk membina diri dengan memandang tetapi tidak melihat. Ada suara tetapi tidak mendengar. Dengan sendirinya hati akan kosong.
Kabarnya Su Zhou dan Hang Zhou adalah surganya wanita cantik. Maka pergilah ia kesana. Dengan kesaktiannya mengubah beberapa potong batu menjadi emas. Mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Lalu berjalan memasuki rumah bordir.
Mengaku sebagai pedagang permata dan minta dilayani oleh wanita paling cantik. Wanita tersebut bernama Si Yi yang sangat ahli dalam bermain kecapi, menyanyi dan menari. Si Yi melihat wajah Chang Sen yang tampan, pribadinya lembut dan tidak kaku juga tidak kikir maka dengan senang hati menemaninya.
Chang Sen mengingat ajaran gurunya yaitu walau gunung roboh juga tidak terkejut. Bukan tidak terkejut tapi dianggap tidak roboh. Berdasarkan ajaran gurunya wanita cantik depan mata pun dianggap tidak ada didepan mata. Berdasarkan ajaran itu Chang Sen dapat mengosongkan hatinya. Sama sekali tidak tergerak.
Sia2 wanita itu menggodanya. Hati adalah majikan diri kita. Jika hati tidak bergerak maka badan akan tenang. Niat dikendalikan oleh hati. Ibarat anak kecil yang tidak mengerti akan asmara. Walau tidur seranjang juga tidak merasakan apa apa.
Maka ditempat itulah Liu Chang Sen akhirnya mencapai sempurna. Sebuah syair mengatakan "
Melihat wanita cantik, hati tidak lagi tergoda,
ketabahannya luar biasa.
ada orang yang belajar mencapai dharma kekosongan,
Sejak dahulu hingga kini namanya akan dikenang.
Kisah Arahat Edukana
Dhammapada 259
Kisah Arahat Ekudana
Bhikkhu dalam cerita ini hidup di sebuah hutan kecil di dekat Savatthi. Ia dikenal dengan nama Ekudana, sebab ia hanya hafal satu bait saja dari Kitab Udana. Tetapi Thera tersebut mengerti sepenuhnya makna Dhamma yang terkandung dalam bait tersebut. Pada setiap hari uposatha, dia mendesak orang lain untuk mendengarkan Dhamma, dan dia sendiri akan mengucapkan satu-satunya syair yang dihafalnya itu. Setiap kali ia selesai mengucapkan bait itu, para dewa dalam hutan itu memujinya dan menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah.
Pada suatu hari uposatha, dua thera yang terpelajar, yang benar-benar menguasai semua pelajaran Dhamma, diiringi oleh lima ratus bhikkhu datang ke tempat itu. Ekudana meminta kedua thera tersebut untuk memberikan khotbah Dhamma. Mereka bertanya apakah banyak yang ingin mendengarkan Dhamma di tempat yang terpencil itu. Ekudana membenarkan dan juga menceritakan kepada mereka bahwa bahkan para dewa dalam hutan itu biasanya datang, dan mereka selalu memuji dan bertepuk tangan pada akhir khotbah.
Maka, kedua thera terpelajar itu bergiliran memberikan khotbah Dhamma, tetapi ketika khotbah mereka berakhir, tidak ada tepuk tangan dari para dewa dalam hutan itu. Kedua thera tersebut menjadi bingung dan bahkan meragukan kata-kata Ekudana. Tetapi Ekudana bersikeras bahwa para dewa biasanya datang dan selalu bertepuk tangan pada akhir setiap khotbah.
Kedua thera itu kemudian mendesak Ekudana untuk berkhotbah. Ekudana memegang kipas dihadapannya dan mengucapkan bait yang biasa diucapkannya. Setelah selesai mengucapkan bait itu, para dewa bertepuk tangan seperti biasa. Para bhikku yang mengiringi kedua thera terpelajar itu menuduh bahwa para dewa yang berdiam dalam hutan itu sangat berat sebelah.
Mereka melaporkan masalah itu kepada Sang Buddha pada kunjungannya di Vihara Jetavana. Kepada mereka, Sang Buddha berkata "Para bhikkhu! Aku tidak mengatakan bahwa seorang bhikkhu yang telah belajar banyak dan berbicara banyak tentang Dhamma adalah seseorang yang mengetahui Dhamma (Dhammadhara). Seseorang yang belajar sangat sedikit dan hanya mengetahui satu bait dari Dhamma, tetapi memahami sepenuhnya Empat Kesunyataan Mulia dan selalu sadar, adalah orang yang sesungguhnya mengetahui Dhamma.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Seseorang bukan `pendukung Dhamma` hanya karena ia banyak bicara.
Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit
tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya,
maka sesungguhnya ia adalah seorang `pendukung Dhamma`
_______________________________________
"Sabbadanam Dhammadanam Jinati"
Dari segala pemberian, pemberian melalui Dhamma adalah yang tertinggi menggungguli semua pemberian lainnya.
Yang ingin berbagi Dhamma silahkan dishare, semoga semua makhluk berbahagia.
Dapatkan Dhamma Harian, Info Acara, Donasi di melalui Whatsapp di :
087883434039 Awi
081808771968 Ayang
Kisah Arahat Ekudana
Bhikkhu dalam cerita ini hidup di sebuah hutan kecil di dekat Savatthi. Ia dikenal dengan nama Ekudana, sebab ia hanya hafal satu bait saja dari Kitab Udana. Tetapi Thera tersebut mengerti sepenuhnya makna Dhamma yang terkandung dalam bait tersebut. Pada setiap hari uposatha, dia mendesak orang lain untuk mendengarkan Dhamma, dan dia sendiri akan mengucapkan satu-satunya syair yang dihafalnya itu. Setiap kali ia selesai mengucapkan bait itu, para dewa dalam hutan itu memujinya dan menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah.
Pada suatu hari uposatha, dua thera yang terpelajar, yang benar-benar menguasai semua pelajaran Dhamma, diiringi oleh lima ratus bhikkhu datang ke tempat itu. Ekudana meminta kedua thera tersebut untuk memberikan khotbah Dhamma. Mereka bertanya apakah banyak yang ingin mendengarkan Dhamma di tempat yang terpencil itu. Ekudana membenarkan dan juga menceritakan kepada mereka bahwa bahkan para dewa dalam hutan itu biasanya datang, dan mereka selalu memuji dan bertepuk tangan pada akhir khotbah.
Maka, kedua thera terpelajar itu bergiliran memberikan khotbah Dhamma, tetapi ketika khotbah mereka berakhir, tidak ada tepuk tangan dari para dewa dalam hutan itu. Kedua thera tersebut menjadi bingung dan bahkan meragukan kata-kata Ekudana. Tetapi Ekudana bersikeras bahwa para dewa biasanya datang dan selalu bertepuk tangan pada akhir setiap khotbah.
Kedua thera itu kemudian mendesak Ekudana untuk berkhotbah. Ekudana memegang kipas dihadapannya dan mengucapkan bait yang biasa diucapkannya. Setelah selesai mengucapkan bait itu, para dewa bertepuk tangan seperti biasa. Para bhikku yang mengiringi kedua thera terpelajar itu menuduh bahwa para dewa yang berdiam dalam hutan itu sangat berat sebelah.
Mereka melaporkan masalah itu kepada Sang Buddha pada kunjungannya di Vihara Jetavana. Kepada mereka, Sang Buddha berkata "Para bhikkhu! Aku tidak mengatakan bahwa seorang bhikkhu yang telah belajar banyak dan berbicara banyak tentang Dhamma adalah seseorang yang mengetahui Dhamma (Dhammadhara). Seseorang yang belajar sangat sedikit dan hanya mengetahui satu bait dari Dhamma, tetapi memahami sepenuhnya Empat Kesunyataan Mulia dan selalu sadar, adalah orang yang sesungguhnya mengetahui Dhamma.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Seseorang bukan `pendukung Dhamma` hanya karena ia banyak bicara.
Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit
tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya,
maka sesungguhnya ia adalah seorang `pendukung Dhamma`
_______________________________________
"Sabbadanam Dhammadanam Jinati"
Dari segala pemberian, pemberian melalui Dhamma adalah yang tertinggi menggungguli semua pemberian lainnya.
Yang ingin berbagi Dhamma silahkan dishare, semoga semua makhluk berbahagia.
Dapatkan Dhamma Harian, Info Acara, Donasi di melalui Whatsapp di :
087883434039 Awi
081808771968 Ayang
kisah 6 bikkhu
Dhammapada 258
Kisah Enam Bhikkhu
Suatu ketika, terdapat kelompok enam bhikkhu yang selalu membuat keributan di tempat makan, baik di vihara maupun di desa. Suatu hari, ketika beberapa samanera sedang makan dana makanan setelah berpindapatta, kelompok enam bhikkhu itu datang dan membual kepada para samanera, "Lihat! Hanya kamilah orang yang bijaksana." Kemudian mereka melempar-lemparkan benda-benda ke sekeliling, meninggalkan tempat makan dalam keadaan kacau.
Ketika Sang Buddha mendengar hal ini, Beliau berkata, " Para bhikkhu! Aku tidak menyebut orang yang banyak bicara, mencaci dan menggertak orang lain sebagai seorang bijaksana. Hanya mereka yang bebas dari kebencian dan tidak merugikan orang lainlah yang merupakan orang bijaksana."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Seseorang tidak dapat dikatakan bijaksana
hanya karena ia banyak bicara.
tetapi orang yang damai, tanpa rasa benci dan rasa takut
dapat disebut orang bijaksana.
_______________________________________
"Sabbadanam Dhammadanam Jinati"
Dari segala pemberian, pemberian melalui Dhamma adalah yang tertinggi menggungguli semua pemberian lainnya.
Yang ingin berbagi Dhamma silahkan dishare, semoga semua makhluk berbahagia.
sumber: pesan wa teman sedharma
Kisah Enam Bhikkhu
Suatu ketika, terdapat kelompok enam bhikkhu yang selalu membuat keributan di tempat makan, baik di vihara maupun di desa. Suatu hari, ketika beberapa samanera sedang makan dana makanan setelah berpindapatta, kelompok enam bhikkhu itu datang dan membual kepada para samanera, "Lihat! Hanya kamilah orang yang bijaksana." Kemudian mereka melempar-lemparkan benda-benda ke sekeliling, meninggalkan tempat makan dalam keadaan kacau.
Ketika Sang Buddha mendengar hal ini, Beliau berkata, " Para bhikkhu! Aku tidak menyebut orang yang banyak bicara, mencaci dan menggertak orang lain sebagai seorang bijaksana. Hanya mereka yang bebas dari kebencian dan tidak merugikan orang lainlah yang merupakan orang bijaksana."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
Seseorang tidak dapat dikatakan bijaksana
hanya karena ia banyak bicara.
tetapi orang yang damai, tanpa rasa benci dan rasa takut
dapat disebut orang bijaksana.
_______________________________________
"Sabbadanam Dhammadanam Jinati"
Dari segala pemberian, pemberian melalui Dhamma adalah yang tertinggi menggungguli semua pemberian lainnya.
Yang ingin berbagi Dhamma silahkan dishare, semoga semua makhluk berbahagia.
sumber: pesan wa teman sedharma
Langganan:
Postingan (Atom)